JAKARTA, FAKTIVA.TV – Dunia peradilan Indonesia kembali tercoreng. Kasus korupsi yang melibatkan Zarof Ricar, seorang pensiunan pejabat Mahkamah Agung (MA), menyisakan luka mendalam dan menjadi simbol kehancuran moral di jantung lembaga hukum tertinggi negeri ini.
Zarof divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025), setelah terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah fantastis: Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas batangan. Seluruh harta tersebut ditemukan dalam brankas besar di rumahnya yang mewah di kawasan elite Senayan, Jakarta Pusat.
Ironisnya, Zarof adalah bagian dari lembaga yang seharusnya menjadi simbol integritas dan penegakan hukum. Ia pernah menduduki posisi penting di MA dan mengelola perkara-perkara besar. Namun, penyidikan Kejaksaan Agung mengungkap fakta mengejutkan: uang dan emas disimpan dalam kantong-kantong khusus yang dilabeli nomor perkara—mengindikasikan kuat adanya transaksi haram untuk pengurusan perkara.
Tangisan Hakim, Sunyi Ruang Sidang
Sidang pembacaan vonis yang dipimpin Hakim Ketua Rosihan Juhriah Rangkuti berubah menjadi momen memilukan. Suara Rosihan bergetar, matanya basah. Ia terisak ketika menyebut bahwa tindakan Zarof telah menghancurkan nama baik Mahkamah Agung dan memupus kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
“Perbuatan terdakwa menciderai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Agung… dan badan peradilan di bawahnya,” ucap Rosihan dengan suara tercekat.
Ruang sidang Hatta Ali mendadak sunyi. Tak ada komentar dari jaksa. Para pengunjung menunduk. Zarof, yang selama ini terlihat tenang, hanya termenung di kursi pesakitan. Ia menatap kosong ke depan, seolah baru menyadari dalamnya jurang yang ia gali sendiri.
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan
Jaksa sebelumnya menuntut hukuman 20 tahun penjara bagi Zarof. Namun majelis hakim mempertimbangkan usia Zarof yang telah 63 tahun serta aspek kemanusiaan. Vonis 20 tahun dianggap bisa menjadi hukuman seumur hidup karena usia harapan hidup nasional sekitar 72 tahun.
“Jika dijatuhi 20 tahun, ia baru bebas di usia 83. Ini mendekati pidana seumur hidup, yang secara prinsip hanya di bawah hukuman mati,” ujar Rosihan.
Namun hakim juga menegaskan bahwa tindakan Zarof tergolong sangat serius, mengingat posisinya yang strategis, tingkat keserakahan yang tinggi, dan kerusakan institusional yang ditimbulkan.
Tidak Hanya Korupsi, Tapi Juga Pencucian Uang
Skandal Zarof belum berakhir. Ia kini juga berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kasus ini masih dalam tahap penyidikan di Kejaksaan Agung. Artinya, proses hukum terhadapnya belum final. Bila terbukti, Zarof bisa menghadapi hukuman tambahan yang lebih berat.
Zarof menjadi simbol bagaimana kekuasaan tanpa integritas bisa menjelma menjadi bencana nasional. Ia bukan hanya mencoreng institusi, tetapi juga menyayat kepercayaan rakyat terhadap hukum itu sendiri.
Leave a Reply