Semarang – FAKTIVA.TV – Tradisi tahunan pertunjukan wayang kulit setiap 1 Muharram yang biasanya digelar Pemerintah Kota Semarang dipastikan tidak akan terlaksana tahun ini. Penyebabnya adalah kebijakan efisiensi anggaran yang harus dijalankan menyusul Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang refocusing anggaran.
Kepala Seksi Atraksi Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Sarosa, mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran menjadi alasan utama pembatalan sejumlah kegiatan budaya, termasuk pementasan wayang kulit 1 Muharram.
“Pelaksanaannya tinggal beberapa hari lagi, tapi memang tidak bisa dijalankan karena anggaran tidak mencukupi. Ini efek dari refocusing anggaran yang sedang berjalan,” kata Sarosa kepada Faktiva.tv, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, anggaran kegiatan Disbudpar mengalami pengurangan drastis hingga lebih dari 50 persen, atau sekitar Rp 7 miliar. Akibatnya, sejumlah program seni dan budaya harus diprioritaskan ulang, bahkan sebagian besar dibatalkan.
“Banyak kegiatan yang volumenya dikurangi, dan sebagian lainnya tidak bisa dilaksanakan sama sekali,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa hingga kini belum ada rencana pengganti untuk peringatan Tahun Baru Islam yang jatuh pada Jumat (27/6) mendatang. “Belum ada event alternatif. Dampak efisiensi ini memang terasa sangat luas,” tambahnya.
Meski begitu, pertunjukan wayang kulit rutin setiap malam Jumat Kliwon di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) masih akan tetap berlangsung, meskipun dengan intensitas yang jauh berkurang. “Biasanya bisa 10–11 kali dalam setahun, sekarang hanya mampu digelar empat kali,” jelas Sarosa.
Selain pentas 1 Muharram, sejumlah acara budaya lain yang ikut terdampak antara lain Wayang on The Street, Festival Dalang Anak dan Remaja, serta haul Pandanaran. Sarosa menilai khususnya pembatalan Festival Dalang Anak dan Remaja cukup memprihatinkan karena menghambat regenerasi seniman muda.
“Padahal itu wadah berjenjang untuk calon-calon dalang muda kita,” katanya.
Pemerintah, lanjut Sarosa, akan mengusulkan kegiatan-kegiatan tersebut masuk dalam anggaran perubahan ke depan. Sementara itu, pihak Disbudpar berupaya menjaga denyut seni budaya Semarang dengan menggandeng sanggar-sanggar seni untuk mengadakan pertunjukan secara mandiri tanpa bergantung pada dana APBD.
“Kami sudah ajak diskusi para penggiat seni, agar tetap bisa berkarya secara gotong royong. Memang berat, tapi harus dicoba,” pungkasnya.
Leave a Reply